Selasa, 04 Oktober 2011

PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

C. PEMBAHASAN
Pendahuluan
A. Pengertian Psikologi Lintas Budaya
Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara budaya psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam budaya-budaya tersebut. Sedangkan pendapat beberapa ahli, yaitu: Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan. Sejumlah definisi lain mengungkapkan beberapa segi baru dan menekankan beberapa kompleksitas: Riset lintas-budaya dalam psikologi adalah perbandingan sistematik dan eksplisit antara variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan proses-proses yang memerantarai kemunculan perbedaan perilaku.
B. Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Ilmu Lain
Hubungan psikologi lintas budaya dengan ilmu lain dapat dikatakan seperti simbiosis mutualisme, yaitu saling membantu, saling mengisi satu sama lain.
• Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku hubungan antar individu, dan antar individu dan kelompok dalam perilaku social. Melihat pengertian sosiologi jelas hubungan psikologi lintas budaya dan sosiologi amat erat. Lalu seiring berjalannya waktu kita lebih mudah mengatakan psikologi lintas budaya karena kita melihat hubungan yang erat antar kedua ilmu tsb. Psikologi lintas budaya mempelajari mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara budaya psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam budaya-budaya tersebut. objeknya pada individu tersebut. Psikologi lintas budaya dan Sosiologi sama- sama mempelajari perilaku hubungan antar individu.
• Menurut kamus Bahasa Indonesia, antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang asal- usul manusia, kepercayaannya, bentuk fisik, warna kulit, dan budayanya di masa silam. Karena eratnya hubungan psikologi dan antropologi sehingga muncullah sub ilmu yang salah satunya bernama anthropology in mental health, pada sub ilmu ini sangat terlihat bahwa psikologi dan antropologi saling terkait, seperti contoh bahwa penyakit jiwa tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh kelainan biologis namun juga oleh emosi atau mental yang tertekan sehingga membuat orang tersebut mengalami penyakit jiwa, keadaan jiwa manusia itu tergantung pada aspek- aspek social budaya.
• Filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran yang sedalam- dalamnya. Sebenarnya psikologi adalah salah satu bagian dari filsafat. Jadi psikologi dengan filsafat hubungannya sangat erat karena psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat.
C. Etnosentrisme dalam Psikologi
Suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai sesuatu yang mutlak, dan dipergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Sebagai konsekuensi dari identitas etnis muncullah etnosentrisme. Menurut Matsumoto (1996) etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Berdasarkan definisi ini etnosentrisme tidak selalu negatif sebagimana umumnya dipahami. Etnosentrisme dalam hal tertentu juga merupakan sesuatu yang positif. Tidak seperti anggapan umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang semata-mata buruk, etnosentrisme juga merupakan sesuatu yang fungsional karena mendorong kelompok dalam perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan. Pada saat konflik, etnosentrisme benar-benar bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme, kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok lain akan saling dukung satu sama lain.
Contoh dalam buku ini dijelaskan ketika bangsa Belanda yaitu Jan Pieterzoon Coen hadir di Batavia, ia membangun gudang penyimpanan harta mereka ditepi timur kali Ciliwung yang kemudian diperkuat dengan perbentengan. Benteng tersebut digunakan untuk segala kesibukan pedagangan dan kehidupan sehari-harinya berpusat di benteng. Rumah-rumah tempat tinggal ini yang mengingatkan dengan ruma-rumah di negeri Belanda yang dibangun disepanjang kanal (gracht).
D. Kesamaan dan Perbedaan antar Budaya
Kesamaannya terdapat dalam munculnya penggolongan social. Hal itu disebabkan oleh besarnya pengaruh Belanda di pulau Jawa. Sedangkan perbedaan budayanya dilihat dalam berbagai aspek, yaitu bahasa, kelengkapan hidup, mata pencaharian, pendidikan dan pengajaran, kesenian, ilmu pengetahuan, gaya hidup, religi.

Transmisi Budaya dan Perkembangan Individu
A. Transmisi Budaya Melalui Enkulturasi
Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Dalam buku ini diceritakan ketika mereka berkomunikasi, awalnya mengalami kesulitan. Kemudian bangsa eropa menyederhanakan tata bahasa dan kosakata mereka, dengan harapan dapat berkomunikasi dengan penduduk asli. Sebaliknya, penduduk asli juga berusaha untuk mempermudah system bahasanya agar bangsa eropa (pendatang) dapat memahami mereka. Hal ini mengakibatkan kedua belah pihak dapat berkomunikasi, namun secara terpatah-patah.
B. Awal Perkembangan dan Pengasuhan
Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya melalui masa remaja. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Pada dasarnya remaja memiliki semangat yang tinggi dalam aktivitas yang digemari. Mereka memiliki energi yang besar, yang dicurahkannya pada bidang tertentu, ide-ide kreatif terus bermunculan dari pikiran mereka. Selain itu, remaja juga memiliki rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Untuk menuntaskan rasa ingin tahunya, mereka cenderung menggunakan metode coba-coba. Sebagai contoh, ketika berkembang sistem belajar yang menyenangkan atau disebut Quantum Learning, remaja cenderung mencoba hal tersebut. Namun hal ini tidak terbatas hanya pada budaya yang bersifat positif, tapi juga pada budaya negatif. Misalnya, ketika berkembang budaya “clubbing” di kota-kota besar, sebagian besar remaja marasa tertarik untuk mencoba, sehingga ketika sudah merasakan kelebihannya, perbuatan itu terus dilakukan.
Selanjutnya yang kedua ialah faktor eksternal. Keluarga berperan penting dalam membimbing remaja untuk menentukan yang baik atau tidak untuk dilakukan. Orang tua memegang peranan utama didalam sebuah keluarga. Segala tindakanya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan fisik dan psikis anak. Remaja dengan orang tua yang memperhatikan mereka cenderung dapat memilah pergaulan yang berdampak positif atau negatif bagi mereka. Kemudian, lingkungan turut mempengaruhi pergaulan.
Untuk mengantisipasi dampak tersebut, Remaja seharusnya dapat memilah dan menyaring perkembangan budaya saat ini, jangan menganggap semua pengaruh yang berkembang saat ini semuanya baik, karena belum pasti budaya barat tersebut diterima dan dianggap baik oleh Budaya Timur kita.
C. Perkembangan Moral
Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan.
Proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan.
Tokoh yang membahas mengenai moral yaitu Kohlberg (Orang kultur Barat yang terdidik, elit, berkulit putih, dan pria) memandang otonomi dan keadilan individu sebagai nilai moral yang utama. Ia bahkan menyamakan moralitas dengan keadilan (dengan mengabaikan nilai moral lain seperti keberanian, pengendalian-diri, empati, dll.). Para anggota kelas pekerja dan kelas pedesaan, bagaimanapun, cenderung untuk memiliki pendekatan yang lebih komunitarian terhadap hidup. Namun ada tokoh lain yang mengeritik Kohlberg salah satunya dalam hal budaya. Berkritik pemahaman moral lebih bersifat budaya dan sistem penilaian Kohlberg tidak mengenali pemahaman moral yang lebih tinggi pada kelompok budaya tertentu. Contoh pemahaman moral yang tidak diukur oleh system Kohlberg adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan kesetaraan komunal dan kebahagiaan kolektif seperti di Israel, kemanunggalan dan kekeramatan segala aspek kehidupan di India. Kohlberg tidak bisa mengukur hal-hal tersebut diatas karena teori kohlberg tidak menekankan hak individu dan prinsip-prinsip abstrak tentang keadilan. Kesimpulan, pemahaman moral lebih dibentuk oleh nilai dan keyakinan dalam sebuah budaya.

Perilaku Sosial
A. Konteks Sosial dan Masyarakat
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain; perkembangan IPTEK yang lambat; sifat masyarakat yang sangat tradisional; ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam masyarakat; prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru; rasa takut jika terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan; hambatan ideologis; dan pengaruh adat atau kebiasaan.

B. Konformitas.
Konformitas ialah perubahan perilaku seseorang yang terjadi karena pengaruh orang lain. Konformitas pada kebudayaan dapat mempengaruhi perilaku orang lain, mereka meyakini bahwa apa yang mereka katakan atau lakukan adalah benar, maksudnya kebudayaan yang mereka anut atau mereka pegang dianggap lebih benar dan lebih baik dibandingkan budaya yang lain, adapun anggapan lain yang berbeda bagi mereka konformitas dalam kebudayaan tidak mempengaruhi perilaku orang lain, mereka tidak perlu meyakini apa yang mereka katakana atau lakukan, maksudnya mereka menganggap kebudayaan itu memiliki cara yang berbeda-beda.
Misalnya masuknya budaya barat yaitu seperti cara berpakaian atau cara berbicara yang pada akhirnya diikuti juga oleh sebagian masyarakat.
C. Nilai-Nilai
Kebudayaan pada nilai-nilai sosial ialah nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
D. Individualisme dan Kolektifisme
Mendominasi pada pemikiran tentang kepribadian di budaya barat Bersifat kolektivistik ketimbang individualistik. Individualistik adalah orientasi individu atau diri yang mencakup pemisahan diri dari orang lain sedangkan koletivistik menunjuk pada orientasi kelompok yang mencakup hubungan diri dari orang lain. Orientasi individualistik versus kolektivistik ditemukan sebagai dimensi dasar dari budaya alamiah. Misalnya seperti di Negara Jepang yang dimana pada sistem pendidikan disekolah mereka menerapkan sistem berkelompok dan saling berhubungan dengan orang lain.
E. Kognisi Sosial
Kebudayaan dalam Kognisi sosial bagaimana orang berfikir mengenai dirinya sendiri dan dunia sosial atau bagaimana orang memilih, menginterpretasikan, mengingat, dan menggunakan informasi sosial untuk membuat penilaian dan mengambil keputusan.
F. Perilaku Gender
Kebudayaan dalam hal perilaku gender memiliki peran yang berbeda seperti misalnya pada laki-laki sangat sulit untuk menerima kebudayaan asing atau kebudayaan baru, laki-laki sangat tidak mudah untuk dipengaruhi karena laki-laki lebih independent dalam menghadapi tekanan sosial, berbeda dengan wanita, pada wanita kebudayaan-kebudayaan baru sangat mudah dipengaruhi karena wanita lebih memilih melakukan konformitas, wanita lebih mudah menerima tekanan-tekanan sosial.

Kepribadian
A. Perbedaan Antar Budaya
Kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia sangat banyak dan beraneka ragam. Sejak jaman dahulu sampai sekarang bangsa ini memiliki keanekaragaman suku, budaya, dan bahasa. Namun saat ini saya ingin melihat tentang keanekaragaman cirri, sifat kebuadayaan yang ada di Indonesia, khususnya di pulau Jawa pada jaman itu, yang di sebut dengan kebudayaan Indis. Disebut kebudayaan indis karena merupakan pertemuan antara dua kebudayaan saat itu yaitu kebudayaan Jawa kuno ( orang pribumi ), dengan kebudayaan Kolonial dengan masuknya VOC.
Kebuadayaan yang dimiliki bangsa Indonesia ( khususnya di pulau Jawa ) pada saat itu, terdiri dari beberapa kelas, ini terbentuk karena adanya kelas-kelas social yang ada dalam masyrakat di pulau Jawa saat itu. Saya mencoba membagi dalam dua kelompok besar, yaitu : Masyarakat Pribumi, dan Masyarakat pendatang.
Ada persamaan dan perbedaan antara kedua kebudayaan pada saat itu. Saya membagi dala kategori gaya hidup yaitu berupa tata cara, adat-istiadat, kebiasaan, dan mental. Keseluruhan cirri ini yang berpengaruh dalam keseharian hidupnya. Hal ini juga beradasarkan kelas social yang ada dalam masyarakat pada saat itu.
a. Pada Masyarakat Pribumi, dibagi dalam kelas-kelas sosialnya :
1. Kaum Bangsawan : yaitu mereka yang terdiri atas golongan Ningrat yg berkuasa di daerah tertentu.
2. Taun-Tuan Tanah : yaitu mereka yang bukan keturunan bangsawan tapi memiliki banyak harta dan memiliki banyak pembantu ( budak )
3. Masyarakat Jelata : mereka yang berasal dari masyarakat biasa, tetapi mampu memiliki rumah dengan meyewa tanah-tanah dan bekerja untuk menafkahi hidup keluarganya
4. Budak : yaitu mereka yang tidak memiliki apa-apa dan hanya tunduk pada perintah tuannya, baik itu para bangsawan atau pun para tuan tanah.
b. Pada Masyarakat Kolonial juga terdiri dari tingkat-tingkatan yaitu :
1. Pegawai Niaga, mulai dari jabatan opperkoopman (pedagang kapal) samapi asisten (para pembantu atau juru tulis). Mereka memegang peranan penting. Mereka juga bertugas sebagai birokrat mengajarkan administrasi.
2. Personel Militer dan Maritime terdiri atas berbagai tingkat kepangkatan dan jumlahnya pun sangat banyak status kelompok ini lebih rendah dari kelompok pegawai niaga.
3. Personel Kerohanian terdiri dari pendeta dan para misionaris dan penghibur orang sakit.
4. Kelompok Terendah terdiri dari para tukang dan para pengrajin.
Perbedaan antara dua budaya ini bertemu dalam satu pulau yaitu Jawa, terjadi persinggungan, pertukaran, peleburan yang melahirkan sebuah kebudayaan baru. Memang kehidupan masyarakat Hindia Belanda saat itu jauh berbeda dengan kehidupan masyarakat jawa, dalam hal :
a. Gaya hidup
b. Rumah tinggal
c. Kelengkapan dalam rumah
d. Kehidupan keluarga
e. Upacara-upacara tertentu ( kelahiran, perkawinan, dan kematian )
Perbedaan ini yang juga membentuk perbedaan dalam hal melihat self Identity. Yaitu orang Belanda cenderung menganggap diri mereka lebih maju dan lebih baik dari orang pribumi, dengan segala kemajuan yang mereka bawa dari Negara mereka. Sedangakan masyarakat pribumi juga menganggap bahwa mereka hanya datang untuk mengacaukan keharmonisan yang telah ada.
Konsep yang dibawa oleh bangsa colonial inil;ah yang kemudian menjadikan alasan untuk mejajah bangsa ini. Mereka menganggap bahwa masyarakat kita tidak lebih maju, dan bias dijadikan budak mereka. Kemudian mulai timbul sikap-sikap mereka yang memulai memonopoli dalam berbagai hal, yaitu : perdagangan dan kepemerintahan.
Kognisi
A. Intelegensi Umum
Menurut David Wechsler , inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Sementara itu, Sartono Kartodirdjo (dalam Kebudayaan Indis. 2011. Soekiman,Djoko) membagi masyarakat Hindia Belanda berdasarkan pendidikannya. Perkembangan pendidikan dan pengajaran menumbuhkan golongan ssosial baru yang mempunyai fungsi dan status baru, sesuai dengan diferensiasi dan spesialisasi dalam bidang sosial ekonomi dan pemerintahan. Menurut Sartono, stratifikasi masyarakat Hindia Belanda adalah : (1) elite birokrasi yang terdiri atas Pangreh Praja Eropa (Europees Binnenlands Bestuur) dan Pangreh Praja Pribumi, (2) Priyayi Birokrasi termasuk Priyayi Ningrat, (3) Priyayi Profesional (dibagi menjadi dua, ada priyayi gedhe dan priyayi cilik), (4) Golongan Belanda dan Golongan Indo yang secara formal masuk status Eropa dan mempunyai tendensi kuat untuk mengidentifikasi diri dengan pihak Eropa, dan (5) orang kecil (wong cilik) yang tinggal di kampung.
B. Gaya Kognitif
Dalam (Kebudayaan Indis.2011. Soekiman, Djoko) menyebutkan aspek kognitif berhubungan dengan tingkat perasaan, yang sangat sulit untuk dilukiskan dan diamati. Hal ini berkaitan dengan berbagai aktivitasdan meliputi berbagai objek karena peneliti mendapatkan struktur-struktur dasar yang komplek sehingga peneliti perlu membatasi diri dan mempersempit garis besar permasalahan. Hal ini lebih sulit diartikan karena justru gaya Indis berpangkal pada dua akar kebudayaan, yaitu Belanda dan Jawa yang sangat jauh berbeda. Untuk memahaminya perlu diketahui adanya suatu pengertian situasi atau fenomena kekuasaan kolonial dalam segala aspek dan proporsinya. Sebagai contoh, misalnya dalam hal membnagun rumah tempat tinggal dengan susunan tata ruangnya. Arti simbolik suatu bagian ruang rumah tinggal berhubu ngan dengan perilaku penghuninya. Pada suku Jawa, misalnya, tidaak dikenal ruang khusus bagi keluarga dengan pembedaan umur, jenis kelamin, generasi, famili, bahkan diantara anggota dan bukan anggota penghuni rumah. Maka fungsi ruang tidak dipisahkan atau dibedakan dengan jelas.
Contoh lain yang sangat menarik adalah keselarasaan sistem simbolik, khususnya gaya hidup. Betapa canggungnya orang pribumi Jawa yang hidup secara tradisional di kampung, kemudian pindah untuk bertempat tinggal di dalam rumah gedung di dalam blok atau kompleks dengan suasana rumah bergaya Barat yang modern. Kelengkapan rumah tangga yang serba asing, pembagian ruang-ruang di dalam rumah dengan fungsi yang khusus, fungsi ruang secara terpisah (apart) untuk terjaminny privilege atau privacy penghuninya, semua itu menambah kecanggungan orang Pribumi untuk tinggal di dalam rumah yang asing iyu. Anggapan bahwa rumah adalah model alam mikrokossmos menurut konsep pikiran Jawa dan sebagainya, tidak adapada alam pikiran Eropa. Apakah rumah gaya Indis sebagai tempat tinggal baru diinterpretasikan dengan pola konsep lama atau tradisional Jawa? Hal ini belum jelas. Dalam menganalisis aspek kognitif gaya Indis, kita perlu memperhitungkan konteks budaya Belanda dan Jawa. Jelas bahwa rumah tempat tinggal orang Belanda tidak dihubungkan dengan kosmos dan tidak mempunyai konotasi ritual seperti pandangan dan kepercayaan Jawa.
Memang, orang Eropa mengenal peletakan batu pertama dan pemancangan bendera di atas kemuncak bangunan runmahnya yang sedang dibangun dengan diikuti pesta minum bir, tetapi hal semacam ini adalah peninggalan budaya lama mereka. Kegiatan itu adalah “gema” saja dari adat lama yang sudah kabur pengertiannya. Bagi orang Jawa, menaikkan mala (tiang) sebuah rumah tinggal dengan slametan, melekan (wungon, bedagang), meletakkan secarik kain tolak bala, sajen, dan memilih hri baik, memiliki arti simbolik tertentu. Bagi orang Jawa, meninggalkan adat kebiasaan seperti itu sangat berat karena adanya paham kepercayaan terhadap kekuatan supranatural yang sulit dijelaskan.

Bahasa
A. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan sarana terpenting dalam hal berkomunikai antar budaya , perkembangan bahasa yang digunakan pun berfariasi sesuai dengan lingkungan. Dan untuk mempermudah komunikasi antar budaya yang berbeda bahasanya biasanya mereka menyesesuaikannya dengan menyederhanakan tata bahasa mereka dengan harapan dapat mempermudah komunakasi antar beda bahasa agar mudah untuk dipahami. Dan ada pula bahasa campuran misalkan bahasa indo-belanda yang terjadi pada sebagian masyarakat pendukung kebudayaan indis yang sering digunakan oleh keturunan belanda untuk berkomunikasi dengan masyarakat jawa,oleh cina dan timur asing.
a. Perkembangan bahasa yang unik antar budaya terkait dengan perbedaan kognisinya
• Bahasa berkembang secara sendirinya di keluarga serta lingkungan dimana tempat kita tinggal. Bahasa campuran indo belanda atau sering disebut dengan bahasa petjoek (campuran). Bahasa jawa merupakan pangkal (basis) dari bahasa petjoek. Umumnya digunakan oleh mayarakat Indonesia sebagai media komunikasi antar masyarakat dengan penduduk asing. Bahasa petjoek muncul diindonesi sebelum perang dunia ke II . kehadiran bangsa belanda di Indonesia yang dilanjutkan dengan percampuran darah dan budaya.mereka umumnya menggunakan bahasa petjoek yaitu bahasa yang digunakan oleh kaum papa miskin dan orang belanda yang tidak diakui.

b. Kesamaan dalam hal bahasa antar budaya meskipun terdapat perbedaan
• Bahasa merupaka alat pemersatu bangsa, bahasa yang berbeda namun mempunyai arti yang sama. Perbedaan antar budaya yang menggunakan bahasa yang berbeda adalah slah satu bukti bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman bahasa dan budaya .

B. Bilingualism
Pada umumnya anak yang beribu jawa dan berayah belanda biasanya lebih banyak menerima pengaruh budaya dari pihak ibu. Hal itu disebabkan karena mereka besar dalam lingkungan orang jawa dan sehari” mereka menggunakan bahaa ibu. Di samping itu anak” tersebut juga menggunakan bahasa belanda dari ayahnya, teteapi mereka mengucapka dengan lafal logat orang jawa.
Emosi
A. Emosi Sebagai Pernyataan Budaya
Aspek kognitif berhubungan erat dengan tingkat perasaan, yang sangat sulit untuk dilukiskan dan diamati. Sebagai contoh, misalnya dalam hal membangun rumah tempat tinggal dengan susunan tata ruangnya. Arti simbolik suatu bagian rumah tinggal berhubungan erat dengan perilaku penghuninya. Misalnya, pada suku Jawa tidak dikenal ruang khusus bagi keluarga bagi pembedaan umur, jenis kelamin, generasi, family, bahkan diantara anggota dan bukan anggota penghuni rumah. Maka, fungsi ruang tidak dibedakan atau dipisahkan secara jelas.
Persepsi
A. Rekognisi (mengenali) Wajah dan Fungsi Indera
Bangsa eropa cenderung memiliki kulit putih, hidung mancung, dengan bola mata berwarna terang seperti biru, hijau, coklat muda. Berbeda halnya dengan bangsa pribumi yang cenderung berkulit sawo matang, bola mata yang cenderung berwarna gelap yaitu hitam, coklat.